RESUME
METODOLOGI PEMIKIRAN ASWAJA
SUDAH JELAS BID’AH SESAT KOG MASIH DI ANGGAP BAIK
(KENDUREN)
“Membongkar kebohongan buku mantan kiai NU H.mahrus ali”
dosen pembimbing : gus rofiq
Oleh:
Siti zunia khoirotin
(1401290053)
PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KH A. WAHAB CHASBULLOH
I.
LATAR
BELAKANG
Indonesia
merupakan Negara yang mayoritasnya
adalah muslim. Jadi tidak heran jika banyak polemik yang terjadi di Negara
merupakan masalah orang islam. Islam sendiri
secara bahasa berarti kedamaian. Di dalam islam juga telah di tetapkan
hukum-hukum syariat demi kesejahteraan dan kedamaian umat islam sendiri.
Hukum-hukum tersebut bersumber dari
berbagai sumber hukum islam yaitu : Al qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas. Islam
mengatur segala penjuru kehidupan
makhluk baik yang hidup dan mati, yang di darat dan dilaut, yang besar dan yang
kecil, dll. Segala hal yang
terperincipun telah di atur dalam syariat islam. Namun, manusia yang kurang
bersyukur banyak yang menjadikan hukum-hukum tersebut sebagai beban bagi mereka
serta tak jarang mereka yang mengabaikannya dan sebaliknya bagi mereka yang
patuh dan tunduk pada syariat islam
dalam menjalankan kehidupannya mereka berpedoman pada sumber hukum islam
yang telah ditetapkan. dari penetapan hukum tersebut pandangan manusia yang
menangkapnya mewujudkan suatu pemikiran yang berbeda-beda. Sehingga ada manusia
yang juga makhluk ciptaan alloh yang tidak sempurna dan punya kemampuan
terbataspun dapat menghina saudara muslimnya adalah SESAT. Padahal alloh telah berfirman dalam QS. Ali
I’mron : 103.
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.ø$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ
103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Berangkat dari berbagai masalah yang sering muncul karena perbedaan
pandangan dan pemikiran dalam masyarakat islam,
memang bid’ahlah yang menjadi problem ummat islam di Indonesia yang
sangat serius. Dalam pembahasan kali ini, kita akan mencoba membongkar
kebohongan buku mantan kyai NU ( H.mahrus ali ) yang mengatakan “semua bid’ah
adalah sesat” dalam bukunya yang berjudul “sudah jelas bid’ah sesat kok
masih di anggap baik “.
Selain itu Isi buku "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat &
Dzikir Syirik" yang ditulis juga oleh H. Mahrus Ali cukup meresahkan
kalangan kaum muslimin terutama warga nahdliyyin. Secara substansial dalam buku
tersebut terdapat banyak kebohongan yang cukup mendasar dan perlu diluruskan.
Tudingan bahwa amalan warga NU syirik, menyesatkan dan kufur adalah tidak
benar. Hal ini telah dibuktikan oleh Tim LBM (Lembaga Bahtsul Masail) NU Cabang
Jember. Sebagaimana diuraikan dalam risalah ini, sebuah jawaban argumentatif
yang lengkap berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Kehadiran risalah ini telah
membongkar kebohongan H. Mahrus Ali yang secara keseluruhan bermuara pada empat
point 1) Tawassul dan Istighatsah, 2) Sunnah dan Bid'ah, 3 ) Keagungan
Rasulullah dan 4) Masalah Bermadzhab. Diharapkan risalah ini akan semakin
memperkuat keyakinan warga nahdliyyin dalam mengamalkan dzikir dan shalawat
yang sudah diamalkan dan mengakar, yang memang memiliki dasar dan argumentasi
yang kuat, juga tidak gampang terkecoh dan terprovokasi oleh tulisan-tulisan
yang menyudutkan praktek / amaliah yang selama ini dilakukan oleh kalangan
nahdliyyin sebagai mayoritas umat Islam di Indonesia
II.
PEMBAHASAN
A.
Kenapa takut bid’ah ?
a)
Bila
masih ada banyak bid’ah yang dianggap hasanah.
Di dalam
bukunya, “membongkar kebohongan buku mantan kyai NU menggugat sholawat dan
dzkir syrik”, tim LBM NU jember menyatakan,
Dalil-dalil
bid’ah hasanah :
Para ulama’ ahlussunnah
wal jamaah berpandangan bahwa hadits “semua bid’ah adalah sesat”, adalah
kata kata umum yang harus dibatasi jangkaunnya (‘am makhshush). Dalam hal ini
imam nawawi menyatakan :
Arabic
“sabda nadi SAW
semua bid’ah adalah sesat, ini adalah kata-kata umum yang dibatasi
jangkauannya. Maksud semua bid’ah adalah sesat, adalah sebagian bid’ah itu
sesat bukan seluruhnya.” (syarh shahih muslim, 6/154).
Para ulama’
membagi bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyiah (buruk).
Lebih rinci lagi, bid’ah itu terbagi menjadi lima bagian sesuai dengan jumlah
hukum islam yang lima; wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah. Diantaranya adalah;
1)
Al
imam ibn abdilbarr (membagi bid’ah menjadi dua)
2)
Al
imam nawawi (membagi bid’ah menjadi dua/tahdzib al asma’ wa al lughat)
3)
Al
hafizh ibn al atsir al jazari (bid’ah menjadi dua/al nihayah fi gharib al
hadits wa al atsar)
4)
Al
hafizh ibn al ‘arabi al maliki (bid’ah menjadi dua/’aridhat al ahwadzi syarh
jami’ al tirmidzi)
5)
Ibn
hajar al asqalani (bid’ah menjadi dua/ fath al bari)
6)
Al
imam al shan’ani (bid’ah menjadi lima/ subul al salam syarh bulugh al maram)
Sesungguhnya
apa yang disebut bid’ah itu ?
Bid’ah itu ada
dua macam :
1)
Bid’ah
syar’iyah
yaitu tiap-tiap
ucapan, perbuatan atau I’tikad yang tidak bisa disaksikan kebenarannya oleh ushulis
syar’iyah (al kitab, al sunnah,ijma’ dan qiyas) maka itu bid’ah mardudah.
Inilah yang dimaksud oleh hadits aisyah r.a tersebut pada halaman 37.
2)
Bid’ah
lughowiyah
Yaitu segala
yang belum pernah terjadi pada zaman rasululloh SAW. Bid’ah lughawiyah terbagi
menjadi lima :
2.1. Bid’ah wajibu ala kifayah
2.2. Bid’ah muharromah
2.3.Bid’ah mandubah
2.4.Bid’ah makruhah
2.5.Bid’ah mubahah
b)
Bid’ah
hasanah yang dianggap sesat.
1.
Adzan
jum’at dua kali yang diperintah oleh sahabat usman bin affan.
2.
Shalat
tarawih dua puluh rakaat yang dilakukan sahabat umar bin khattab
3.
Membaca
barzanji yang isinya sejarah mauled nabi
4.
Mendirikan
madrasah, pondok pesantren sebagai
sarana untuk mengajarkan ilmu agama islam dan tabligh (menyampaikan ajaran
alloh) dijelaskan dalam QS. Al-maidah : 67
* $pkr'¯»t ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur ßJÅÁ÷èt z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïöku tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
B.
Bagaimana dengan qiyas ?
Qiyas sebagai hujjah ???
Qiyas
menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al Quran
dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, qiyas adalah menyamakan
sesuatu yang tidak ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.
Dengan
demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa
karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula. Umpamanya
hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam al Quran yaitu
hukumnya haram. Dijelaskan dalam QS. Al maidah : 90.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Haramnya
khamar berdasarkan illat hukumnya adalah memabukkan, maka setiap yang terdapat
didalamnya illat sama dengan khamar maka hukumnya haram.
Qiyas
memiliki rukun yang terdiri dari empat hal, sbb:
a.
Asal
(pokok)
b.
Fara’
(cabang)
c.
Hukmu
al asal
d.
Illat
C.
Kenduri/selametan kejawen, bukan ajaran islam ! katanya !!
a.
Definisi
kenduri
Kenduri adalah
sebuah tradisi yang sudah berjalan sekian puluh tahun, mungkin malah sudah
ratusan tahun. Tradisi ini masih banyak berlangsung terutama di desa-desa.
Hakekatnya sama, hanya istilahnya saja yang mungkin berbeda. Pada intinya
kenduri merupakan mekanisme sosial untuk merawat dan menjga kebersamaan
sehingga cita-cita yang sejak semua dibuat diteguhkan kembali. Kenduri juga
menjadi alat kontrol sosial untuk menjaga gerak dan arah dari cita-cita yang
telah diperjuangkan bersama itu. Dalam kerangka mekanisme sosial itulah,
kenduri menampung dan mepresentasikan banyak kepentingan. Dari sekian banyak
kepentingan itu, semua dilebur menjadi satu tujuan. Kenduri mampu
mempersatukan, bahkan semakin mempererat kesatuan itu. Bukan hanya kesatuan
kepentingan, kesatuan cita-cita, namun juga kesatuan masing-masing individu
yang terlibat didalamnya. Dalam kenduri akan terlihat jelas bagaimana
kebersamaan dan keutuhan tercipta: suasana penuh kerukunan, sendau gurau antar
sesama, bagi-bagi berkat dari nasi tumpeng yang baru didoakan, atau ketika
bersalam-salaman dengan tulus. Kenduri adalah sebuah tradisi berkumpul yang
dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang, biasanya laki-laki, dengan
tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari sang penyelenggara
yang mengundang orang-orang sekitar untuk datang genduren. Bisa berujud
selamatan syukuran, bisa juga bisa berujud selamatan peringatan, atau anek
intensi lainnya. Dalam kenduri itu dipanjatkan aneka doa.
Begitu banyak amalan warga nahdliyyin yang bertujuan untuk mendapat
kebaikan dan rahmat tetapi menjadi pertentangan bagi aliran yang tidak sefaham
dengan NU. Dalam buku karya H.mahrus ali ini, dia mengutip jawaban KH. Mustofa
bisri mengenai selametan/kenduren :”slametan-slametan model hindu seperti
ambengan, kupat,lepet, bubur merah, dan lain sebagainya itu apakah tidak
diberantas saja? Sebab sudah terang dalam islam tidak ada???
”Ritual
selametan haul untuk mayat bukan ajaran islam, tapi hal itu meniru adat agama
hindu. Pada kenyataannya orang orang yang gemar mengadopsi budaya produk luar
semisal syiah, hindu, konghucu, dll hanya kalangan ahli bid’ah. Makanya islam
di Indonesia ini rusak! Rancu dan campur aduk dengan budaya hindu-budha, syiah
dan konghucu.”
b.
Benarkah
kenduri dan tahlilan haram ???
Dalam buku berjudul “Bernarkah Tahlilan dan Kenduri Haram”,
yang sederhana ini ditulis oleh salah seorang anak muda NU dan sangat produktif
menulis berasal dari Jember. Kehadiran buku ini dilatar belakangi saat penulis
mengisi acara daurah pemantapan Ahlussunnah
Waljama’ah di salah satu Pesantren di Yogyakarta. Ketika sampai dalam sesi
tanya jawab, ada salah seorang peserta mengajukan pertanyaan kepada penulis
tentang hukum selamatan kematian, tahlilan dan yasinan. Selain itu penaya juga
memberikan selebaran Manhaj Salaf, setebal 14 halaman dengan kumpulan artikel
berjudul “Imam Syafi’i Mengharamkan Kenduri Arwah, Tahlilan, Yasinan dan
Selamatan” Tradisi tahlilan, yasinan, dan tradisi memperingati 3 hari, 7 hari,
40 hari, 100 hari, dan 1000 hari orang yang meninggal dunia adalah tradisi yang
telah mengakar di tengah-tengah masyarakat kita khususnya di kalangan warga
nahdliyin. Dan tradisi tersebut mulai dilestarikan sejak para sahabat hingga
saat ini, di pesantrenpun tahlilan, yasinan merupakan tradisi yang dilaksanakan
setiap hari setelah shalat subuh oleh para santri. Sehingga tahlilan, yasinan
merupakan budaya yang tak pernah hilang yang senantiasa selalu dilestarikan dan
terus dijaga eksistensinya.
Sebenarnya apabila pernyataan para ulama
madzhab Syafi’i dalam ketiga kitab tersebut dikaji secara mendalam, tidak akan
menyimpulkan vonis hukum yang berat, yaitu hukum haram, akan tetapi sebatas
pada hukum makruh. Apabila kita mengkaji hadits yang menjadi dasar kemakruhan
tradisi selamatan kematian, boleh jadi hukum makruh akan berganti menjadi hukum
mubah. Hadits tersebut teksnya begini:
“Buatkan
makanan untuk keluarga Ja’far, mereka sedang ditimpa keadaan yang menyibukkan
(kesusahan)”. (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Berdasarkan hadits tersebut, madzhab Syafi’i
menetapkan bahwa keluarga yang berduka cita, karena terdapat anggota
keluarganya meninggal dunia, sunnat diberi makanan yang cukup bagi mereka
selama sehari semalam. Oleh karena, keluarga yang berduka cita sunnat diberi
makanan yang cukup selama sehari semalam, maka apabila yang terjadi justru
sebaliknya, yaitu keluarga yang berduka cita menyiapkan makanan untuk
orang-orang yang berta’ziyah, tentu hukumnya menjadi makruh, karena menyelisihi
sunnah. Hal tersebut tidak melahirkan hukum haram, karena memang tidak
menyelisihi hukum wajib.
Kalau kita memperhatikan tradisi masyarakat
nusantara dalam menghadapi tetangga yang sedang berduka cita, mereka telah
melakukan sunnah dengan memberi sumbangan beras, lauk pauk dan uang. Apabila sumbangan
tetangga itu dikumpulkan, maka tidak hanya mencukupi untuk kebutuhan selama
sehari semalam. Bahkan mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga si
mati selama beberapa bulan. Persoalannya sekarang, bagaimana seandainya
keluarga si mati itu memberikan makanan dari hasil sumbangan tetangga untuk
acara selamatan tujuh hari, apakah masih dihukumi makruh? Tentu saja hukum
makruh menjadi hilang. Dalam konteks ini, Syaikh Abdul Karim al-Mudarris
al-Baghdadi, ulama madzhab Syafi’i dari Baghdad berkata dalam kitabnya Jawahir
al-fatawa sebagai berikut:
اِنِ اجْتَمَعَ
الْمُعِزُّوْنَ الرُّشَدَاءُ وَأَعْطَى كُلٌّ مِنْهُمْ بِاخْتِيَارِهِ مِقْدَارًا
مِنَ النُّقُوْدِ أَوْ جَمَعُوْا فِيْمَا بَيْنَهُمْ مَا يُكْتَفَى بِهِ لِذَلِكَ
الْجَمْعِ مِنَ الْمَأْكُوْلاَتِ وَالْمَشْرُوْبَاتِ وَأَرْسَلُوْهُ إِلَى أَهْلِ
الْمَيِّتِ أَوْ إِلَى أَحَدِ جِيْرَانِهِمْ وَتَنَاوَلُوْا ذَلِكَ بَعْدَ
الْوُصُوْلِ اِلَى مَحَلِّ التَّعْزِيَةِ فَلاَ حَرَجَ فِيْهِ هَذَا وَاللهُ
الْهَادِيْ إِلَى الْحَقِّ وَالصَّوَابِ
“Apabila
orang-orang yang berta’ziyah yang dewasa berkumpul, masing-masing mereka
menyerahkan sejumlah uang, atau mereka mengumpulkan uang yang mencukupi
konsumsi perkumpulan (selamatan kematian) berupa kebutuhan makanan dan minuman,
dan mengirimkannya kepada keluarga si mati atau salah satu tetangganya, lalu
mereka menjamahnya setelah sampai di tempat ta’ziyah itu, maka hal tersebut
tidak mengandung hukum kesulitan (tidak apa-apa). Allah lah yang menunjukkan
pada kebenaran.” (Jawahir al-Fatawa, juz 1, hal. 178).
Seiring dengan lahirnya aliran-aliran baru seperti aliran wahabi
atau aliran salafi atau yang lainnya yang telah diceritakan oleh penulis,
tradisi tahlilan dan yasinan hanyalah dianggap sebatas budaya nenek moyang yang
pelaksanaannya tidak berdasarkan dalil-dalil hadits atau al-Qur’an yang
mendasarinya. Sehingga aliran Wahabi dan Aliran Salafi atau yang lainnya
menolak terhadap pelaksanaan tradisi tersebut, bahkan mereka menganggapnya
perbuatan yang diharamkam.
Tahlilan, yasinan merupakan tradisi yang telah di anjurkan bahkan disunnahkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Yang di dalamnya membaca serangkaian ayat-ayat al-Qur’an, dan kalimah-kalimah tahmid, takbir, shalawat yang di awali dengan membaca al-Fatihah dengan meniatkan pahalanya untuk para arwah yang dimaksudkan oleh pembaca atau yang punyak hajat, dan kemudian ditutup dengan do’a. Inti dari bacaan tersebut ditujukan pada para arwah untuk dimohonkan ampun kepada Allah, atas dosa-dosa arwah tersebut. Seringkali penolakan pelaksanaan tahlilan, yasinan, dikarenakan bahwa pahala yang ditujukan pada arwah tidak akan menolong terhadap orang yang meninggal. Padahal telah seringkali perdebatan mengenai pelaksanaan tahlil di gelar, namun tetap saja ada pihak-pihak yang tidak menerima terhadap adanya tradisi tahlil dan menganggap bahwa tahlilan, yasinan adalah perbuatan bid’ah.
Para ulama sepakat untuk terus memelihara pelaksanaan tradisi tahlil tersebut berdasarkan dalil-dalil Hadits, al-Qur’an, serta kitab-kitab klasik yang menguatkannya. Dan tak sedikit manfaat yang dirasakan dalam pelaksanaan tahlil tersebut. Diantaranya adalah, sebagai ikhtiyar (usaha) bertaubat kepada Allah untuk diri sendiri dan saudara yang telah meninggal, mengikat tali persaudaraan antara yang hidup maupun yang telah meninggal, mengingat bahwa setelah kehidupan selalu ada kematian, mengisi rohani, serta media yang efektif untuk dakwah Islamiyah.
Tahlilan, yasinan merupakan tradisi yang telah di anjurkan bahkan disunnahkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Yang di dalamnya membaca serangkaian ayat-ayat al-Qur’an, dan kalimah-kalimah tahmid, takbir, shalawat yang di awali dengan membaca al-Fatihah dengan meniatkan pahalanya untuk para arwah yang dimaksudkan oleh pembaca atau yang punyak hajat, dan kemudian ditutup dengan do’a. Inti dari bacaan tersebut ditujukan pada para arwah untuk dimohonkan ampun kepada Allah, atas dosa-dosa arwah tersebut. Seringkali penolakan pelaksanaan tahlilan, yasinan, dikarenakan bahwa pahala yang ditujukan pada arwah tidak akan menolong terhadap orang yang meninggal. Padahal telah seringkali perdebatan mengenai pelaksanaan tahlil di gelar, namun tetap saja ada pihak-pihak yang tidak menerima terhadap adanya tradisi tahlil dan menganggap bahwa tahlilan, yasinan adalah perbuatan bid’ah.
Para ulama sepakat untuk terus memelihara pelaksanaan tradisi tahlil tersebut berdasarkan dalil-dalil Hadits, al-Qur’an, serta kitab-kitab klasik yang menguatkannya. Dan tak sedikit manfaat yang dirasakan dalam pelaksanaan tahlil tersebut. Diantaranya adalah, sebagai ikhtiyar (usaha) bertaubat kepada Allah untuk diri sendiri dan saudara yang telah meninggal, mengikat tali persaudaraan antara yang hidup maupun yang telah meninggal, mengingat bahwa setelah kehidupan selalu ada kematian, mengisi rohani, serta media yang efektif untuk dakwah Islamiyah.
Buku ini menguraikan secara rinci tentang hukum kenduri kematian,
tahlilan, yasinan, dan menjelaskan khilafiyah ulama salaf memberikan makanan
oleh keluarga duka cita kepada orang-orang yang berta’ziah. Karena dikalangan
ulama salaf masih memperselisihkan bahwa, memberikan makanan kepada orang-orang
yang berta’ziah,
ada yang mengatakan makruh, mubah, dan sunnah. Namun dikalangan
ulama salaf sendiri tidak ada yang berpendapat tahlilan, yasinan merupakan
perbuatan yang diharamkan. Bahkan untuk selamatan selama tujuh hari,
berdasarkan riwayat Imam Thawus, justru dianjurkan oleh kaum salaf sejak
generasi sahabat dan berlangsung di Makkah dan Madinah hingga abad kesepuluh
hijriah (hal. 13). Menghadiahkan amal kepada orang yang telah meninggal dunia
maupun kepada orang yang masih hidup adalah dengan media do’a, seperti
tahlilan, yasinan, dan amalan-amalan yang lainnya. Karena do’a pahalanya jelas
bermanfaat kepada orang yang sudah meninggal dan juga kepada orang yang masih
hidup. Seorang pengikut madzhab Hambali dan murid terbesar Ibnu Taimiyah, yaitu
Ibnul Qoyyim al-Jauziyah menegaskan pendapatnya, seutama-utama amal yang
pahalanya dihadiahkan kepada orang yang meninggal adalah sedekah.
Adapun membaca al-Qur’an, tahlil, tahmid, takbir, dan shalawat
dengan tujuan dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia secara
sukarela, ikhlas tanpa imbalan upah, maka hal yang demikian sampailah pahala
itu kepadanya. Karena orang yang mengerjakan amalan yang baik atas dasar iman
dan ikhlas telah dijanjikan oleh Allah akan mendapatkan pahala. Artinya, pahala
itu menjadi miliknya. Jika meniatkan amalan itu untuk orang lain, maka orang
lain itulah yang menerima pahalanya, misalnya menghajikan, bersedekah atas nama
orang tua dan lain sebagainya.
Semoga dengan sedikit penjambaran di atas dapat menumbuhkan
kesadaran bagi yang membacanya. Agar supaya tradisi tahlilan dan yasinan yang
sudah akrab ditengah-tengah masyarakat tidak lagi terus dipertanyakan mengenai
kekuatan dalilnya. Sehingga agar tumbuh saling pengertian dan membangun
solidaritas antar sesama muslim. Dan semoga pembaca akan mengetahui secara
jelas terhadap dalil-dalil bacaan tahlilan, yasinan yang selama ini dikatakan
haram dan perbuatan bid’ah.
III.
KESIMPULAN
Kehidupan
manusia di dunia tidak akan luput dari berbagai masalah yang di hadapi dari
berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam agama, ras, suku bangsa baik
kelompok, individu maupun universal. Namun pada hakekatnya manusia di ciptakan
oleh alloh hanya untuk satu tujuan yaitu beribadah kepada alloh (Q.S Az-zariyat
: 56). Selain itu firman alloh dalam Q.S Al-imron : 103, menyuruh manusia untuk
selalu berpegang teguh pada tali agama alloh. Artinya, manusia tidak boleh
membuat perpecahan dengan mencela atau mengafirkan manusia lain yang tidak
sependapat dengannya. Karena pada dasarnya semua umat muslim adalah saudara
dengan agama alloh yaitu islam yang berarti perdamaian.
Daftar pustaka
Ali mahrus, sudah
jelas bid’ah sesat kok masih dianggap baik, los tessyuki, Surabaya:2012
Ramli idrus, benarkah
tahlilan & kenduri haram?, khalista, Surabaya:2012
Membongkar
kebohongan buku mantan kiai NU menggugat sholawat & dzikir syirik. Penerbit
khalista Surabaya dan lembaga bahtsul masail NU (LBM NU) cabang jember.
http://www.nu.or.id/post/read/37270/tahlilan-yasinan-itu-haram