Sabtu, 22 Oktober 2016

metodologi pemikiran aswaja



RESUME
METODOLOGI PEMIKIRAN ASWAJA
SUDAH JELAS BID’AH SESAT KOG MASIH DI ANGGAP BAIK
(KENDUREN)
“Membongkar kebohongan buku mantan kiai NU H.mahrus ali”
dosen pembimbing : gus rofiq


Oleh:
Siti zunia khoirotin
(1401290053)

PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KH A. WAHAB CHASBULLOH

I.            LATAR BELAKANG
            Indonesia merupakan  Negara yang mayoritasnya adalah muslim. Jadi tidak heran jika banyak polemik yang terjadi di Negara merupakan masalah orang islam.  Islam sendiri secara bahasa berarti kedamaian. Di dalam islam juga telah di tetapkan hukum-hukum syariat demi kesejahteraan dan kedamaian umat islam sendiri. Hukum-hukum tersebut  bersumber dari berbagai sumber hukum islam yaitu : Al qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas. Islam mengatur  segala penjuru kehidupan makhluk baik yang hidup dan mati, yang di darat dan dilaut, yang besar dan yang kecil, dll.  Segala hal yang terperincipun telah di atur dalam syariat islam. Namun, manusia yang kurang bersyukur banyak yang menjadikan hukum-hukum tersebut sebagai beban bagi mereka serta tak jarang mereka yang mengabaikannya dan sebaliknya bagi mereka yang patuh dan tunduk pada syariat islam  dalam menjalankan kehidupannya mereka berpedoman pada sumber hukum islam yang telah ditetapkan. dari penetapan hukum tersebut pandangan manusia yang menangkapnya mewujudkan suatu pemikiran yang berbeda-beda. Sehingga ada manusia yang juga makhluk ciptaan alloh yang tidak sempurna dan punya kemampuan terbataspun dapat menghina saudara muslimnya adalah SESAT.  Padahal alloh telah berfirman dalam QS. Ali I’mron : 103.
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ  
103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Berangkat dari berbagai masalah yang sering muncul karena perbedaan pandangan dan pemikiran dalam masyarakat islam,  memang bid’ahlah yang menjadi problem ummat islam di Indonesia yang sangat serius. Dalam pembahasan kali ini, kita akan mencoba membongkar kebohongan buku mantan kyai NU ( H.mahrus ali ) yang mengatakan “semua bid’ah adalah sesat” dalam bukunya yang berjudul “sudah jelas bid’ah sesat kok masih di anggap baik “.
Selain itu Isi buku "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik" yang ditulis juga oleh H. Mahrus Ali cukup meresahkan kalangan kaum muslimin terutama warga nahdliyyin. Secara substansial dalam buku tersebut terdapat banyak kebohongan yang cukup mendasar dan perlu diluruskan. Tudingan bahwa amalan warga NU syirik, menyesatkan dan kufur adalah tidak benar. Hal ini telah dibuktikan oleh Tim LBM (Lembaga Bahtsul Masail) NU Cabang Jember. Sebagaimana diuraikan dalam risalah ini, sebuah jawaban argumentatif yang lengkap berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Kehadiran risalah ini telah membongkar kebohongan H. Mahrus Ali yang secara keseluruhan bermuara pada empat point 1) Tawassul dan Istighatsah, 2) Sunnah dan Bid'ah, 3 ) Keagungan Rasulullah dan 4) Masalah Bermadzhab. Diharapkan risalah ini akan semakin memperkuat keyakinan warga nahdliyyin dalam mengamalkan dzikir dan shalawat yang sudah diamalkan dan mengakar, yang memang memiliki dasar dan argumentasi yang kuat, juga tidak gampang terkecoh dan terprovokasi oleh tulisan-tulisan yang menyudutkan praktek / amaliah yang selama ini dilakukan oleh kalangan nahdliyyin sebagai mayoritas umat Islam di Indonesia
II.            PEMBAHASAN
A.    Kenapa takut bid’ah ?
a)                  Bila masih ada banyak bid’ah yang dianggap hasanah.
Di dalam bukunya, “membongkar kebohongan buku mantan kyai NU menggugat sholawat dan dzkir syrik”, tim LBM NU jember menyatakan,
Dalil-dalil bid’ah hasanah :
Para ulama’ ahlussunnah wal jamaah berpandangan bahwa hadits “semua bid’ah adalah sesat”, adalah kata kata umum yang harus dibatasi jangkaunnya (‘am makhshush). Dalam hal ini imam nawawi menyatakan :
Arabic
“sabda nadi SAW semua bid’ah adalah sesat, ini adalah kata-kata umum yang dibatasi jangkauannya. Maksud semua bid’ah adalah sesat, adalah sebagian bid’ah itu sesat bukan seluruhnya.” (syarh shahih muslim, 6/154).
Para ulama’ membagi bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyiah (buruk). Lebih rinci lagi, bid’ah itu terbagi menjadi lima bagian sesuai dengan jumlah hukum islam yang lima; wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah. Diantaranya adalah;
1)      Al imam ibn abdilbarr (membagi bid’ah menjadi dua)
2)      Al imam nawawi (membagi bid’ah menjadi dua/tahdzib al asma’ wa al lughat)
3)      Al hafizh ibn al atsir al jazari (bid’ah menjadi dua/al nihayah fi gharib al hadits wa al atsar)
4)      Al hafizh ibn al ‘arabi al maliki (bid’ah menjadi dua/’aridhat al ahwadzi syarh jami’ al tirmidzi)
5)      Ibn hajar al asqalani (bid’ah menjadi dua/ fath al bari)
6)      Al imam al shan’ani (bid’ah menjadi lima/ subul al salam syarh bulugh al maram)

Sesungguhnya apa yang disebut bid’ah itu ?
Bid’ah itu ada dua macam :
1)      Bid’ah syar’iyah
yaitu tiap-tiap ucapan, perbuatan atau I’tikad yang tidak bisa disaksikan kebenarannya oleh ushulis syar’iyah (al kitab, al sunnah,ijma’ dan qiyas) maka itu bid’ah mardudah. Inilah yang dimaksud oleh hadits aisyah r.a tersebut pada halaman 37.
2)      Bid’ah lughowiyah
Yaitu segala yang belum pernah terjadi pada zaman rasululloh SAW. Bid’ah lughawiyah terbagi menjadi lima :
2.1. Bid’ah wajibu ala kifayah
2.2. Bid’ah muharromah
2.3.Bid’ah mandubah
2.4.Bid’ah makruhah
2.5.Bid’ah mubahah

b)      Bid’ah hasanah yang dianggap sesat.
1.      Adzan jum’at dua kali yang diperintah oleh sahabat usman bin affan.
2.      Shalat tarawih dua puluh rakaat yang dilakukan sahabat umar bin khattab
3.      Membaca barzanji yang isinya sejarah mauled nabi
4.      Mendirikan madrasah, pondok  pesantren sebagai sarana untuk mengajarkan ilmu agama islam dan tabligh (menyampaikan ajaran alloh) dijelaskan dalam QS. Al-maidah : 67
* $pkšr'¯»tƒ ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ  
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

B.     Bagaimana dengan qiyas ?
Qiyas sebagai hujjah ???
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al Quran dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula. Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam al Quran yaitu hukumnya haram. Dijelaskan dalam QS. Al maidah : 90.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ  
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Haramnya khamar berdasarkan illat hukumnya adalah memabukkan, maka setiap yang terdapat didalamnya illat sama dengan khamar maka hukumnya haram.
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal, sbb:
a.       Asal (pokok)
b.      Fara’ (cabang)
c.       Hukmu al asal
d.      Illat

C.    Kenduri/selametan kejawen, bukan ajaran islam ! katanya !!

a.       Definisi kenduri
Kenduri adalah sebuah tradisi yang sudah berjalan sekian puluh tahun, mungkin malah sudah ratusan tahun. Tradisi ini masih banyak berlangsung terutama di desa-desa. Hakekatnya sama, hanya istilahnya saja yang mungkin berbeda. Pada intinya kenduri merupakan mekanisme sosial untuk merawat dan menjga kebersamaan sehingga cita-cita yang sejak semua dibuat diteguhkan kembali. Kenduri juga menjadi alat kontrol sosial untuk menjaga gerak dan arah dari cita-cita yang telah diperjuangkan bersama itu. Dalam kerangka mekanisme sosial itulah, kenduri menampung dan mepresentasikan banyak kepentingan. Dari sekian banyak kepentingan itu, semua dilebur menjadi satu tujuan. Kenduri mampu mempersatukan, bahkan semakin mempererat kesatuan itu. Bukan hanya kesatuan kepentingan, kesatuan cita-cita, namun juga kesatuan masing-masing individu yang terlibat didalamnya. Dalam kenduri akan terlihat jelas bagaimana kebersamaan dan keutuhan tercipta: suasana penuh kerukunan, sendau gurau antar sesama, bagi-bagi berkat dari nasi tumpeng yang baru didoakan, atau ketika bersalam-salaman dengan tulus. Kenduri adalah sebuah tradisi berkumpul yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang, biasanya laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari sang penyelenggara yang mengundang orang-orang sekitar untuk datang genduren. Bisa berujud selamatan syukuran, bisa juga bisa berujud selamatan peringatan, atau anek intensi lainnya. Dalam kenduri itu dipanjatkan aneka doa.
Begitu banyak amalan warga nahdliyyin yang bertujuan untuk mendapat kebaikan dan rahmat tetapi menjadi pertentangan bagi aliran yang tidak sefaham dengan NU. Dalam buku karya H.mahrus ali ini, dia mengutip jawaban KH. Mustofa bisri mengenai selametan/kenduren :”slametan-slametan model hindu seperti ambengan, kupat,lepet, bubur merah, dan lain sebagainya itu apakah tidak diberantas saja? Sebab sudah terang dalam islam tidak ada???
”Ritual selametan haul untuk mayat bukan ajaran islam, tapi hal itu meniru adat agama hindu. Pada kenyataannya orang orang yang gemar mengadopsi budaya produk luar semisal syiah, hindu, konghucu, dll hanya kalangan ahli bid’ah. Makanya islam di Indonesia ini rusak! Rancu dan campur aduk dengan budaya hindu-budha, syiah dan konghucu.”

b.      Benarkah kenduri dan tahlilan haram ???
Dalam buku berjudul “Bernarkah Tahlilan dan Kenduri Haram”, yang sederhana ini ditulis oleh salah seorang anak muda NU dan sangat produktif menulis berasal dari Jember. Kehadiran buku ini dilatar belakangi saat penulis mengisi acara daurah pemantapan Ahlussunnah Waljama’ah di salah satu Pesantren di Yogyakarta. Ketika sampai dalam sesi tanya jawab, ada salah seorang peserta mengajukan pertanyaan kepada penulis tentang hukum selamatan kematian, tahlilan dan yasinan. Selain itu penaya juga memberikan selebaran Manhaj Salaf, setebal 14 halaman dengan kumpulan artikel berjudul “Imam Syafi’i Mengharamkan Kenduri Arwah, Tahlilan, Yasinan dan Selamatan” Tradisi tahlilan, yasinan, dan tradisi memperingati 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari orang yang meninggal dunia adalah tradisi yang telah mengakar di tengah-tengah masyarakat kita khususnya di kalangan warga nahdliyin. Dan tradisi tersebut mulai dilestarikan sejak para sahabat hingga saat ini, di pesantrenpun tahlilan, yasinan merupakan tradisi yang dilaksanakan setiap hari setelah shalat subuh oleh para santri. Sehingga tahlilan, yasinan merupakan budaya yang tak pernah hilang yang senantiasa selalu dilestarikan dan terus dijaga eksistensinya. 
Sebenarnya apabila pernyataan para ulama madzhab Syafi’i dalam ketiga kitab tersebut dikaji secara mendalam, tidak akan menyimpulkan vonis hukum yang berat, yaitu hukum haram, akan tetapi sebatas pada hukum makruh. Apabila kita mengkaji hadits yang menjadi dasar kemakruhan tradisi selamatan kematian, boleh jadi hukum makruh akan berganti menjadi hukum mubah. Hadits tersebut teksnya begini:
“Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far, mereka sedang ditimpa keadaan yang menyibukkan (kesusahan)”. (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Berdasarkan hadits tersebut, madzhab Syafi’i menetapkan bahwa keluarga yang berduka cita, karena terdapat anggota keluarganya meninggal dunia, sunnat diberi makanan yang cukup bagi mereka selama sehari semalam. Oleh karena, keluarga yang berduka cita sunnat diberi makanan yang cukup selama sehari semalam, maka apabila yang terjadi justru sebaliknya, yaitu keluarga yang berduka cita menyiapkan makanan untuk orang-orang yang berta’ziyah, tentu hukumnya menjadi makruh, karena menyelisihi sunnah. Hal tersebut tidak melahirkan hukum haram, karena memang tidak menyelisihi hukum wajib.
Kalau kita memperhatikan tradisi masyarakat nusantara dalam menghadapi tetangga yang sedang berduka cita, mereka telah melakukan sunnah dengan memberi sumbangan beras, lauk pauk dan uang. Apabila sumbangan tetangga itu dikumpulkan, maka tidak hanya mencukupi untuk kebutuhan selama sehari semalam. Bahkan mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga si mati selama beberapa bulan. Persoalannya sekarang, bagaimana seandainya keluarga si mati itu memberikan makanan dari hasil sumbangan tetangga untuk acara selamatan tujuh hari, apakah masih dihukumi makruh? Tentu saja hukum makruh menjadi hilang. Dalam konteks ini, Syaikh Abdul Karim al-Mudarris al-Baghdadi, ulama madzhab Syafi’i dari Baghdad berkata dalam kitabnya Jawahir al-fatawa sebagai berikut:
اِنِ اجْتَمَعَ الْمُعِزُّوْنَ الرُّشَدَاءُ وَأَعْطَى كُلٌّ مِنْهُمْ بِاخْتِيَارِهِ مِقْدَارًا مِنَ النُّقُوْدِ أَوْ جَمَعُوْا فِيْمَا بَيْنَهُمْ مَا يُكْتَفَى بِهِ لِذَلِكَ الْجَمْعِ مِنَ الْمَأْكُوْلاَتِ وَالْمَشْرُوْبَاتِ وَأَرْسَلُوْهُ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ أَوْ إِلَى أَحَدِ جِيْرَانِهِمْ وَتَنَاوَلُوْا ذَلِكَ بَعْدَ الْوُصُوْلِ اِلَى مَحَلِّ التَّعْزِيَةِ فَلاَ حَرَجَ فِيْهِ هَذَا وَاللهُ الْهَادِيْ إِلَى الْحَقِّ وَالصَّوَابِ
“Apabila orang-orang yang berta’ziyah yang dewasa berkumpul, masing-masing mereka menyerahkan sejumlah uang, atau mereka mengumpulkan uang yang mencukupi konsumsi perkumpulan (selamatan kematian) berupa kebutuhan makanan dan minuman, dan mengirimkannya kepada keluarga si mati atau salah satu tetangganya, lalu mereka menjamahnya setelah sampai di tempat ta’ziyah itu, maka hal tersebut tidak mengandung hukum kesulitan (tidak apa-apa). Allah lah yang menunjukkan pada kebenaran.” (Jawahir al-Fatawa, juz 1, hal. 178).
Seiring dengan lahirnya aliran-aliran baru seperti aliran wahabi atau aliran salafi atau yang lainnya yang telah diceritakan oleh penulis, tradisi tahlilan dan yasinan hanyalah dianggap sebatas budaya nenek moyang yang pelaksanaannya tidak berdasarkan dalil-dalil hadits atau al-Qur’an yang mendasarinya. Sehingga aliran Wahabi dan Aliran Salafi atau yang lainnya menolak terhadap pelaksanaan tradisi tersebut, bahkan mereka menganggapnya perbuatan yang diharamkam.

            Tahlilan, yasinan  merupakan tradisi yang telah di anjurkan bahkan disunnahkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Yang di dalamnya membaca serangkaian ayat-ayat al-Qur’an, dan kalimah-kalimah tahmid, takbir, shalawat yang di awali dengan membaca al-Fatihah dengan meniatkan pahalanya untuk para arwah yang dimaksudkan oleh pembaca atau yang punyak hajat, dan kemudian ditutup dengan do’a. Inti dari bacaan tersebut ditujukan pada para arwah untuk dimohonkan ampun kepada Allah, atas dosa-dosa arwah tersebut. Seringkali penolakan pelaksanaan tahlilan, yasinan, dikarenakan bahwa pahala yang ditujukan pada arwah tidak akan menolong terhadap orang yang meninggal. Padahal telah seringkali perdebatan mengenai pelaksanaan tahlil di gelar, namun tetap saja ada pihak-pihak yang tidak menerima terhadap adanya tradisi tahlil dan menganggap bahwa tahlilan, yasinan adalah perbuatan bid’ah.
Para ulama sepakat untuk terus memelihara pelaksanaan tradisi tahlil tersebut berdasarkan dalil-dalil Hadits, al-Qur’an, serta kitab-kitab klasik yang menguatkannya. Dan tak sedikit manfaat yang dirasakan dalam pelaksanaan tahlil tersebut. Diantaranya adalah, sebagai ikhtiyar (usaha) bertaubat kepada Allah untuk diri sendiri dan saudara yang telah meninggal, mengikat tali persaudaraan antara yang hidup maupun yang telah meninggal, mengingat bahwa setelah kehidupan selalu ada kematian, mengisi rohani, serta media yang efektif untuk dakwah Islamiyah. 
Buku ini menguraikan secara rinci tentang hukum kenduri kematian, tahlilan, yasinan, dan menjelaskan khilafiyah ulama salaf memberikan makanan oleh keluarga duka cita kepada orang-orang yang berta’ziah. Karena dikalangan ulama salaf masih memperselisihkan bahwa, memberikan makanan kepada orang-orang yang berta’ziah, ada yang mengatakan makruh, mubah, dan sunnah. Namun dikalangan ulama salaf sendiri tidak ada yang berpendapat tahlilan, yasinan merupakan perbuatan yang diharamkan. Bahkan untuk selamatan selama tujuh hari, berdasarkan riwayat Imam Thawus, justru dianjurkan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat dan berlangsung di Makkah dan Madinah hingga abad kesepuluh hijriah (hal. 13). Menghadiahkan amal kepada orang yang telah meninggal dunia maupun kepada orang yang masih hidup adalah dengan media do’a, seperti tahlilan, yasinan, dan amalan-amalan yang lainnya. Karena do’a pahalanya jelas bermanfaat kepada orang yang sudah meninggal dan juga kepada orang yang masih hidup. Seorang pengikut madzhab Hambali dan murid terbesar Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnul Qoyyim al-Jauziyah menegaskan pendapatnya, seutama-utama amal yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang meninggal adalah sedekah. 
Adapun membaca al-Qur’an, tahlil, tahmid, takbir, dan shalawat dengan tujuan dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia secara sukarela, ikhlas tanpa imbalan upah, maka hal yang demikian sampailah pahala itu kepadanya. Karena orang yang mengerjakan amalan yang baik atas dasar iman dan ikhlas telah dijanjikan oleh Allah akan mendapatkan pahala. Artinya, pahala itu menjadi miliknya. Jika meniatkan amalan itu untuk orang lain, maka orang lain itulah yang menerima pahalanya, misalnya menghajikan, bersedekah atas nama orang tua dan lain sebagainya.
Semoga dengan sedikit penjambaran di atas dapat menumbuhkan kesadaran bagi yang membacanya. Agar supaya tradisi tahlilan dan yasinan yang sudah akrab ditengah-tengah masyarakat tidak lagi terus dipertanyakan mengenai kekuatan dalilnya. Sehingga agar tumbuh saling pengertian dan membangun solidaritas antar sesama muslim. Dan semoga pembaca akan mengetahui secara jelas terhadap dalil-dalil bacaan tahlilan, yasinan yang selama ini dikatakan haram dan perbuatan bid’ah.
III.            KESIMPULAN
Kehidupan manusia di dunia tidak akan luput dari berbagai masalah yang di hadapi dari berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam agama, ras, suku bangsa baik kelompok, individu maupun universal. Namun pada hakekatnya manusia di ciptakan oleh alloh hanya untuk satu tujuan yaitu beribadah kepada alloh (Q.S Az-zariyat : 56). Selain itu firman alloh dalam Q.S Al-imron : 103, menyuruh manusia untuk selalu berpegang teguh pada tali agama alloh. Artinya, manusia tidak boleh membuat perpecahan dengan mencela atau mengafirkan manusia lain yang tidak sependapat dengannya. Karena pada dasarnya semua umat muslim adalah saudara dengan agama alloh yaitu islam yang berarti perdamaian.

Daftar pustaka

Ali mahrus, sudah jelas bid’ah sesat kok masih dianggap baik, los tessyuki, Surabaya:2012
Ramli idrus, benarkah tahlilan & kenduri haram?, khalista, Surabaya:2012
Membongkar kebohongan buku mantan kiai NU menggugat sholawat & dzikir syirik. Penerbit khalista Surabaya dan lembaga bahtsul masail NU (LBM NU) cabang jember.
http://www.nu.or.id/post/read/37270/tahlilan-yasinan-itu-haram