MAKALAH
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOI ISLAM
Dosen pengampu : Arivatu Ni’mah Rahmatika, M.E.I
OLEH :
Siti zunia khoirotin
(1401290053)
PRODI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH
OKTOBER 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ilmu ekonomi Islam sebagai studi ilmu
pengetahuan modern baru muncul pada tahun 1970-an, tetapi pemikiran tentang
ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad
Saw. Karena rujukan utama pemikiran ekonomi Islami adalah Al Quran dan Hadis
maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan dengan diturunkan Al Quran
dan masa kehidupan Rasulullah Saw pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7 M.
Setelah masa tersebut banyak sarjana muslim yang memberikan kontribusi karya
pemikiran ekonomi.
Karya- karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar argumentasi relijius dan sekaligus intelektual yang kuat serta kebanyakan didukung oleh fakta empiris pada waktu itu. Banyak diantaranya juga sangat futuristik dimana pemikir- pemikir Barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi dikalangan pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa dimana Barat masih dalam kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.
Karya- karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar argumentasi relijius dan sekaligus intelektual yang kuat serta kebanyakan didukung oleh fakta empiris pada waktu itu. Banyak diantaranya juga sangat futuristik dimana pemikir- pemikir Barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi dikalangan pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa dimana Barat masih dalam kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
perekonomian islam di masa rasululloh?
2.
Bagaimana
pemikiran ekonomi islam kilasan tokoh dan pemikirannya?
3.
Bagaimana
Melacak Missing Link Sejarah Pemikiran Ekonomi?
4.
Bagaimana
Pemikiran Ekonomi dari Timur (Islam) ke Barat?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Perekonomian islam di masa rasululloh SAW
(571-632 M)
Pada periode Makkah masyarakat Muslim belum
sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk
mempertahankan diri dari intimidasi orang orang Quraisy. Barulah pada periode
Madinah Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah sehingga
menjadi masyarakat sejahtera dan beradab. Meskipun perekonomian pada masa beliau
relatif masih sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan prinsip- prinsip yang
mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Karakter umum dari dari perekonomian pada
masa itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap pemerataan kekayaan.
Sebagaimana pada masyarakat Arab lainnya, mata
pencaharian mayoritas penduduk Madinah adalh berdagang, sebagian lainnya
bertani, beternak, dan berkebun. Kegiatan ekonomi pasar relatif menonjol pada
masa itu, dimana untuk menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai
etika dan moralitas Islam, Rasulullah mendirikan Al Hisbah untuk mengontrol
pasar dan membentuk Baitul Maal untuk kesejahteraan masyarakat.
Rasulullah mengawali pembangunan Madinah tanpa
sumber keuangan yang pasti sementara distribusi kekayaan juga timpang. Sumber
pemasukan negara barasal dari beberapa sumber tetapi yang palin pokok adalah
Zakat dan Ushr. Secara garis besar pemasukan negara ini dapat digolongkan
bersumber dari umat Islam sendiri berupa Zakat, Ushr (5-10%), Ushr (2,5%),
Zakat Fitrah, Wakaf, Amwal Fadila, Nawaib, Shadaqah yang lain, dan Khumus. Dari
non- muslim berupa Jizyah, Kharaj, dan Ushr (5%) dan umum berupa Ghanimah, Fay,
Uang tebusan, pinjaman dari kaum muslim atau non- muslim, dan hadiah dari
pemimpin atau pemerintah negara lain. Sampai tahun ke-4 Hijrah, pendapatan dan
sumber daya negara masih sangat kecil. Kekayaan pertama datang dari Banu Nadir,
suatu suku yang tinggal di pinggiran Madinah. Kelompok ini masuk dalam piagam
Madinah, tetapi mereka melanggar perjanjian sehingga mereka ditaklukkan dan
dipaksa meninggalkan kota. Semua milik Banu Nadir yang ditinggalkan dan
dibagikan kepada kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang miskin.
Harta rampasan perang juga merupakan pendapatan
negara, meskipun nilainya relatif tidak besar jika dibandingkan dengan biaya
peperangan yang dikeluarkan. Zakat dan Ushr merupakan sumber pendapatan pokok,
terutama setelah tahun ke-9 H dimana zakat mulai diwajibkan kecuali perempuan,
anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, dan orang yang menderita penyakit dibebaskan
dari kewajiban ini.
Beberapa sumber pendapatan yang tidak terlalu
besar berasal dari beberapa sumber, misalnya: tebusan tawanan perang, pinjaman
dari kaum muslim, khumuz atau rikaz (harta karun temuan pada periode sebelum
Islam), amwal fadhla (harta kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris),
wakaf, nawaib (pajak bagi muslimin kaya dalam rangka menutupi pengeluaran
negara selama masa darurat, zakat fitrah, kaffarat (denda atas kesalahan yang
dilakukan seorang mislim pada acara keagamaan), maupun sedekah dari kaum
muslim.
2.
Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan
Pemikirannya
Terminoligi pemikiran ekonomi Islam disini
mengandung dua pengertian, yaitu pemikiran ekonomi yang dikemukakan oleh
parasarjana muslim dan pemikiran ekonomi yang didasarkan atas agama Islam.
Dalam realitas kedua pengertian ini sering kali menjadi kesatuan, sebab para
sarjana muslim memang menggali pemikirannya mendasarkan pada ajaran Islam.
Pemikiran ekonomi dalam ajaran Islam. Pemmikiran ekonomi dalam islam bertitik
tolak dari Al Quran dan Hadis yang merupakan sumber dan dasar utama Syariat
Islam.
Nejatullah Siddiqi telah membagi sejarah
pemikiran ini menjadi tiga periode, yaitu periode pertama/ fondasi (Masa awal
Islam – 450 H/1058 M), periode kedua (450-850 H/1058-1446 M), dan periode
ketiga (850-1350 H/1446-1932 M). Periodesasi ini masih didasarkan pada
kronologikal (urutan waktu) semata bukan berdasarkan kesamaan atau kesesuaian
ide pemikiran. Hal ini dilakukan karena studi tentang sejarah pemikiran ekonomi
Islam masih pada tahap eksplorasi awal. Dan ditambahkan periode kontemporer
(pemikiran yang muncul sejak tahun 1930-an sampai sekarang).
1.
Periode Pertama/Fondasi (Masa Awal Islam- 450 H/1058 M)
Pada periode ini banyak sarjana muslim yag
pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat
memperoleh referensi ajaran Islam yang autentik. Beberapa di antaranya adalah :
a.
Zaid bin Ali (120 H/798 M)
Zaid bin Ali, cucu Imam Husein bin Ali bin Abi
Thalib merupakan ekonom pertama yang memperbolehkan adanya harga tangguh tempo
lebih tinggi daripada harga tunai. Namun, ia melarang tegas riba dalam bentuk
apapun. Price kredit boleh tinggi dari pada prise tunai.
b.
Abu Hanifa (80-150 H/699- 767 M)
Salah satu kebijakan Abu Hanifa adalah
menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi, hal ini
merupakan salah satu tujuan Syariah dalam hubungan dengan jual beli dan dia
menyebutkan contoh, murabahah. Dalam murabahah persentase kenaikan harga didasarkan
atas kesepakatan antara penjual dan pembeli terhadap harga pembelian yang
pembayarannya diangsur. Pengalaman Abu Hanifa dibidang perdagangan menjadikan
beliau dapat menentukan mekanisme yang lebih adil dalam transaksi ini dan
transaksi yang sejenis. Melarang secara mutlak muqabarroh dan muzaroah.
Menggunakan akad salam.
c.
Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)
Abu Yusuf menekankan pentingnya prinsip
keadilan, kewajaran dan penyesuaian terhadap kemampuan membayar dalam
perpajakan, serta perlunya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Ia
juga membahas teknik dan sistem pemungutan pajak, serta perlunya sentralisai
pengambilan keputusan dalam administrasi perpajakan. Menurutnya, negara
memiliki peranan besar dalam menyediakan barang/ fasilitas publik, yang
dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi, seperti: jalan, jembatan, bendungan, dan
irigasi. Dalam aspek mikro ekonomi, ia juga telah mengkaji bagaimana mekanisme
harga bekerja dalam pasar, kontrol harga, serta apakah pengaruh berbagai perpajakan
terhadapnya. Keuangan publik (ghanimah,fa’i). Mekanisme pasar semua diserahkan
kurva. Kebijakan fiscal.
d.
Muhammad bin Al Hasan Al Shaybani (132-189 H/750-804 M)
Muhammad bin Al Hasan Al Shaybani telah menulis
beberapa buku, antara lain Kitab al Iktisab fiil Rizq al Mustahab dan Kitab
al Asl. Buku pertama banyak membahas berbagai aturan Syariat tentang ijarah
(hiring out), tijarah (trade), ziraah (agriculture), dan
sinaah (industry). Perilaku konsumsi ideal menurutnya adalah sederhana,
suka memberikan derma (charity), tetapi tidak suka meminta- minta. Buku
yang kedua membahas berbagai bentuk transaksi/ kerja sama usaha dalam bisnis,
misalnya salam (prepaid order), sharikah (partnership), dan
mudharabah.
e. Abu Ubayd Al Qasim Ibn Sallam (224 H/838 M)
e. Abu Ubayd Al Qasim Ibn Sallam (224 H/838 M)
Buku yang ditulis oleh Abu Ubayd yang berjudul Al
Amwal yang membahas keuangan publik/kebijakan fiskal secara komprehensif.
Didalamnya dibahas secara mendalam tentang hak dan kewajiban negara,
pengumpulan dan penyaluran zakat, khums, kharaj, fay, dan berbagai
sumber penerimaan negara lainnya.
f.
Harith bin Asad Al Muhasibi (243 H/859 M)
Harith bin Asad menulis buku berjudul Al
Makasib yang membahas cara- cara memperoleh pendapatan sebagai mata
pencaharian melalui perdagangan, industri, dan kegiatan ekonomi produktif
lainnya. Pendapatan ini harus diperoleh secara baik dan tidak melampaui batas/
berlebihan. Laba dan upah tidak boleh dipungut atau dibayarkan secara lazim,
sementara menarik diri dari kegiatan ekonomi bukanlah sikap muslim yang benar-
benar Islami. Harith menganjurkan agar masyarakat harus bekerja sama dan menguk
sikap pedagang yang melanggar hukum (demi mencari keuntungan).
g.
Junaid Baghdadi (297 H/910 M)
Junaid Baghdadi merupakan seorang sufi,
karenanya ide-idenya tentang ekonomi tergambar dari ajaran- ajaran tasawufnya.
Menurutnya, inti dari ajaran tasawuf adalah membuang motivasi untuk
mementingkan diri sendiri dalam meningkatkan kualitas spiritual serta
mengabdikan diri pada pengetahuan yang benar. Seorang muslim juga harus
melakukan apa yang terbaik untuk kepentingan abadi, mengharapkan kebajikan
untuk seluruh masyarakat, serta menjadi benar- benar beriman kepada Allah swt
dengan mengikuti sunah Nabi Muhammad saw.
h. Ibn Miskawaih (421 H/1030 M)
h. Ibn Miskawaih (421 H/1030 M)
Ibn Miskwaih menulis buku yang berjudul Tahdib
al Akhlaq yang banyak membahas tentang pertukaran barang dan jasa serta
peranan uang. Menurutnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan
satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Karenanya, menusia
akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan kompensasi yang pas. Dalam
melakukan pertukaran uang akan berperan sebagai alat penilai dan penyeimbang
dalam pertukaran, sehingga dapat tercipta keadilan.
i.
Mawardi (450
H/1058 M)
Pemikiran
Mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya yang berjudul, Al Ahkam al
Sulthoniyyah dan Adab al Din wa’l Dunya. Bukunya yang pertama banyak
membahas tentang pemerintah dan administrasi, juga terdapat tugas muhtasib
untuk mengawasi pasar, menjamin ketepatan timbangan dan berbagai ukuran
lainnya, serta mencegah penyimpangan transaksi dagang dan pengrajin dari
ketentuan syariah. Buku yang kedua banyak membahas tentang perilaku ekonomi
muslim secara individual yang disampaikan melalui ajaran- ajaran tasawuf
tentang budi luhur dalam perekonomian dan juga membahas perilaku- perilaku yang
dapat merusak budi luhur.
2.
Periode Kedua (450-850 H/1058-1446 M)
Pemikiran
ekonomi pada masa ini banyak dilatarbelakangi oleh menjamurnya korupsi dan
dekadensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya,
meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf
kemakmuran. Terdapat pemikir- pemikir besar yang karyanya banyak dijadikan
rujukan hingga kini, diantaranya adalah:
a.
Al Ghazali
(451-505 H/1055-1111 M)
Dalam pandangan
Al Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan amal kebajikan mencapai maslahah untuk
memperkuat sifat kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keteguhan hati manusia. Lebih
jauh Al Ghazali membagi manusia ke dalam tiga kategori, yaitu: pertama,
orang yang kegiatan hidupnya sedemikian rupa sehingga melupakan tujuan akhirat.
Kedua, orang yang mementingkan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi,
golongan ini akan beruntung. Dan ketiga, golongan pertengahan/kebanyakan orang,
yaitu mereka yang kegiatannya sejalan dengan tujuan akhirat.
b. Ibn Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
b. Ibn Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
Ibn Taimiyah
telah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar yang bebas, peranan “market
supervisor” dan lingkup dari peranan negara. Negara harus mengimplementasikan
aturan main yang Islami sehingga produsen, pedagang, dan para agen ekonomi
lainnya dapat melakukan transaksi secara jujur dan fair. Negara juga harus
menjamin pasar berjalan dengan bebas dan terhindar dari praktik- praktik
pemaksaan, menipulasi, dan eksploitasi yang memanfaatkan kelemahan pasar
sehingga persaingan dapat berjalan dengan sehat. Selain itu, negara bertanggung
jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar dari rakyatnya.
c. Ibn Khaldun (732-808 H/1332-1404 M)
c. Ibn Khaldun (732-808 H/1332-1404 M)
Secara umum Ibn
Khaldun sangat menekankan pentingnya suatu sistem pasaryang bebas. Ia menentang
intervensi negara terhadap masalah ekonomi dan percaya akan efensiensi sistem
pasar bebas. Ia juga telah membahas tahap- tahap pertumbuhan dan penurunan
perekonomian dimana dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya. Ia juga menekankan pentingnya demand side economics khususnya
pengeluaran pemerintah, sebagaimana pandangan Keynesian, untuk mencegah
kemerosotan bisnis dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Dalam situasi kemerosotan
ekonomi, pajak harus dikurangi dan pemerintah harus meningkatkan pengeluarannya
untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
d.
Nasiruddin Tusi (485 H/1093 M)
Tusi sangat
menekankan pentingnya tabungan dan mengutuk konsumsi yang berlebihan serta
pengeluaran- pengeluaran untuk aset- aset yang tidak produktif, seperti
perhiasan dan pnimbunan tanahtidak produktif. Ia memandang pentingnya
pembangunan pertanian sebagai fondasi pembangunan ekonomi secara keseluruhan
dan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Ia juga merekomendasikan
pengurangan pajak, dimana berbagai pajak yang tidak sesuai dengan syariah Islam
harus dilarang.
3.
Periode Ketiga (850-1350 H/1446-1932 M)
Dalam periode
ketiga ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam
sebenarnya telah mengalami penurunan. Namun demikian, terhadap beberapa
pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus tahun terakhir, sebagaimana
tampak dalam karya dari:
a. Shah Waliullah (1114-1176 H/1703-1762 M)
a. Shah Waliullah (1114-1176 H/1703-1762 M)
Berdasarkan
pengamatannya terhadap perekonomian di Kekaisaran Mughal India, Waliullah
mengmukakan dua faktor utama yang menyababkan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Dua faktor tersebut yaitu: pertama, keuangan negara dibebani dengan
berbagai pengeluaran yang tidak produktif. Kedua, pajak yang dibebankan
kepada pelaku ekonomi terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi.
Menurutnya, perekonomian dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan
yang didukung oleh administrasi yang efisiensi.
b. Muhammad Iqbal (1289-1356 H/1873-1938 M)
b. Muhammad Iqbal (1289-1356 H/1873-1938 M)
Muhammad Iqbal
dikenal sebagai filosof, sustrawan juga pemikir politik tetap sebenarnya ia
juga memiliki pemikiran- pemikiran ekonomi yang brilian. Pemikirannya memang
tidak berkisar tentang hal- hal teknis dalam ekonomi, tetapi lebih kepada
konsep- konsep umum yang mendasar. Iqbal menganalisis dengan tajam kelemahan
kapitalisme dan komunisme dan menampilkan suatu pemikiran ‘poros tengah’ yang
dibuka oleh Islam.
4. Periode Kontemperer (1930- sekarang)
4. Periode Kontemperer (1930- sekarang)
Era tahun
1930-an merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam.
Kemerdekaan negara- negara muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong
semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya. Khurshid membagi
perkembangan ekonomi Islam kontemporer menjadi empat fase yaitu:
1.
Fase Pertama
Pertengahan
1930-an banyak muncul analisis masalah ekonomi sosial dari perspektif Islam
sebagai wujud kepedulian terhadap dunia Islan yang secara umum dikuasai oleh
negara- negara Barat. Meskipun kebanyakan analisis ini berasal dari para ulama
yang tidak memiliki pendidikan formal bidang ekonomi , namun langkah mereka
telah membuka kesadaran baru tentang perlunya perhatian yang serius terhadap
masalah sosial ekonomi.
2. Fase Kedua
2. Fase Kedua
Pada tahun
1970-an banyak ekonom muslim yang berjuang keras mengembangkan aspek
tertentudari ilmu ekonomi Islam, terutama dari sisi moneter. Mereka banyak
mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan riba dan mulai menawarkan
alternatif pengganti bunga. Konferensi internasional pertama diadakan di
Makkah, Saudi Arabia pada tahun 1976, disusul Konferensi Internasional tentang
Islam dan Tata Ekonomi Internasional Baru di London, Inggris pada tahun 1977.
Sejak itu banyak karya tulis yang dihasilkan dalam wujud makalah, jurnal ilmiah
hingga buku, baik yang dipresentasikan dalam pertemuan- pertemuan internasional
maupun yang diterbitkan secara khusus.
2.
Fase Ketiga
Perkembangan
ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir menandai fase ketiga dimana
banyak berisi upaya- upaya praktikal- operasional bagi realisasi perbankan
tanpa bunga, baik di sektor publik maupun swasta. Bank- bank tanpa bunga banyak
didirikan, baik di negara- negara muslim maupun di negara- negara non- muslim,
misalnya di Eropa dan Amerika. Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan atas
konsep bank tanpa bunga yang digagas oleh para ekonom muslim (dan karenanya
terus disempurnakan) langkah ini menunjukkan kekuatan riil dan keniscayaan dari
sebuah teori keuangan tanpa bunga.
3.
Fase Keempat
Pada saat ini
perkembangan ekonomi Islam sedang menuju kepada sebuah pembahasan yang lebih
integral dan komprehensif terhadapteori dan praktik ekonomi Islam. Adanya
berbagai keguncangan dalam sistem ekonomi konvensional, yaitu kapitalisme dan
sosialisme, menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi implementasi
ekonomi Islam. Dari sisi teori dan konsep yang terpenting adalah membangun
sebuah kerangka ilmu ekonomi yang menyeluruh dan menyatu, baik dari aspek mikro
maupun makro ekonomi. Berbagai metode ilmiah yang baku banyak diaplikasikan
disini. Dari sisi praktikal adalah bagaimana kinerja lembaga ekonomi yang telah
(misalnya bank tanpa bunga) dapat berjalan baik dengan menunjukkan segala
keunggulannya, serta perlunya upaya yang berkesinambungan untuk mengaplikasikan
teori ekonomi Islam.
Pada awalnya,
perkembangan ini diawali oleh kiprah para ulama (yang kebanyakan tidak didukung
pengetahuan ekonomi yang memadai) dalam menyoroti berbagai persoalan sosial
ekonomi saat itu dari perspektif Islam
Zarqa membagi
topik- topik kajian dari para ekonom dimasa ini menjadi tiga kelompok tema,
yaitu:
a. Perbandingan sistem ekonomi Islam dengan ekonomi lainnya, khususnya kapitalisme dan sosialisme
b. Kritik terhadap sisten- sistem ekonomi konvensional, baik dalam tataran filosofi maupun praktikal
c. Pembahasan yang mendalam tentang ekonomi Islam itu sendiri, baik secara mikro maupun makro.
a. Perbandingan sistem ekonomi Islam dengan ekonomi lainnya, khususnya kapitalisme dan sosialisme
b. Kritik terhadap sisten- sistem ekonomi konvensional, baik dalam tataran filosofi maupun praktikal
c. Pembahasan yang mendalam tentang ekonomi Islam itu sendiri, baik secara mikro maupun makro.
C.
Melacak Missing Link Sejarah Pemikiran
Ekonomi
Dalam magnus
opusnya, History of Economic Analysis, Joseph Schumpeter mengatakan,
bahwa terdapat suatu great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama
lebih dari 500 tahun, yaitu pada masa yang dikenal sebagai dark ages
oleh Barat. Pada masa kegelapan tersebut Barat dalam keadaan terbelakang,
dimana tidak terdapat prestasi intelektual yang gemilang termasuk juga dalam
pemikiran ekonomi. Demikian pula pada kebanyakan buku sejarah pemikiran
ekonomi, misalnya Spiegel (1991), menganggap pada masa dark age tidak
terdapat karya pemikiran tentang ekonomi. Spiegel memang membuka sejarah
pemikiran ekonomi dari Bibel (1M) dan para pemikir Yunani (SM), akan tetapi
kemudian setelah itu melompat ribuan tahun langsung pada pemikiran abad
pertengahan.
Ternyata
penilaian tentang dark age tersebut sangat bias dengan kepentingan Barat. Dunia
secara keseluruhan tentu bukan hanya dunia Barat, dan Barat tidaklah mewakili
dunia secara keseluruhan. Sebenarnya, pada sebagian besar masa dark age itu
justru merupakan masa kegemilangan di dunia Islam, suatu hal yang berusaha
ditutup- tutupi oleh Barat. Pada masa itu banyak karya- karya gemilang
diberbagai bidang ilmu, termasuk ilmu ekonomi, yang lahir dari sarjana- sarjana
muslim. Jadi, sesungguhnya terdapat dua missing link dalam sejarah
pemikiran ekonomi, yaitu great gap pada masa dark age dan relasi antara
pemikiran di Barat dan dunia Islam. Dan ternyata banyak pemikiran dari para
sarjana muslim tersebut yang mirip, bahkan sama dengan pemikiran para sarjana
Barat yang hidup beratus- ratus tahun kemudian.
D. Pemikiran Ekonomi dari Timur (Islam) ke Barat
D. Pemikiran Ekonomi dari Timur (Islam) ke Barat
Pemikiran para
sarjana muslim ternyata banyak yang mirip, sejalan atau bahkan sama dengan
pemikiran para ekonom Barat yang datangnya beratus- ratus kemudian. Terdapat
beberapa kemungkinan jawaban, antara lain:
a.
Terjadi dua kebetulan yang sama, yaitu kebetulan diantara sarjana muslim dengan
para ekonom Barat punya pemikiran dan ide yang sama
b.
Para pemikir Barat secara langsung dan tidak langsung sangat dipengaruhi oleh
pemikiran dari para sarjan muslim.
c.
Para pemikir Barat melakukan plagiasi/ penjiplakan terhadap karya- karya para
sarjana muslim.
Jika kemungkinan pertama yang terjadi, hal ini mengindikasikan betapa cemerlang dan briliannya para sarjana muslim waktu itu. Beratus- ratus tahun yang lalu, jauh ketika dunia Barat masih dalam kebodohan dan kegelapan (dark age), para sarjana muslim berhasil merumuskan pemikiran- pemikiran ekonomi yang baru ditulis oleh para ekonom Barat beratus- ratus kemudian.
Untuk memilih kemungkinan kedua dan ketiga,tentunya akan membutuhkan diskusi yang panjang. Namun langkah awal dapat dilakukan dengan mencermati sejarah proses perpindahan (transformasi) ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke Barat. Dengan mencermati proses transformasi ini maka akan ditemukan indikasi- indikasi untuk menjawab pertanyaan mengapa banyak terjadi kesamaan antara pemikiran sarjana muslim dan sarjana Barat. Sejarah telah membuktikan bahwa dunia ilmu pengetahuan dikalangan masyarakat muslim mendapat pengaruh yang luar biasa terhadap dunia luar, termasuk Eropa. Kebudayaan dan ilmu pengetahuan Ialam mencapai Eropa melalui beberapa cara, yaitu:
1. Melalui para mahasiswa dan cendekiawan dari Eropa Barat yang belajar disekolah- sekolah tinggi dan universitas Spanyol dan Timur Tengah.
Jika kemungkinan pertama yang terjadi, hal ini mengindikasikan betapa cemerlang dan briliannya para sarjana muslim waktu itu. Beratus- ratus tahun yang lalu, jauh ketika dunia Barat masih dalam kebodohan dan kegelapan (dark age), para sarjana muslim berhasil merumuskan pemikiran- pemikiran ekonomi yang baru ditulis oleh para ekonom Barat beratus- ratus kemudian.
Untuk memilih kemungkinan kedua dan ketiga,tentunya akan membutuhkan diskusi yang panjang. Namun langkah awal dapat dilakukan dengan mencermati sejarah proses perpindahan (transformasi) ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke Barat. Dengan mencermati proses transformasi ini maka akan ditemukan indikasi- indikasi untuk menjawab pertanyaan mengapa banyak terjadi kesamaan antara pemikiran sarjana muslim dan sarjana Barat. Sejarah telah membuktikan bahwa dunia ilmu pengetahuan dikalangan masyarakat muslim mendapat pengaruh yang luar biasa terhadap dunia luar, termasuk Eropa. Kebudayaan dan ilmu pengetahuan Ialam mencapai Eropa melalui beberapa cara, yaitu:
1. Melalui para mahasiswa dan cendekiawan dari Eropa Barat yang belajar disekolah- sekolah tinggi dan universitas Spanyol dan Timur Tengah.
2.
Melalui terjemahan-terjemahan karya- karya muslim dari sumber- sumber bahasa
Arab terutama ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, dan Catalonia/latin.
3. Melalui Andalusia dimana kaum muslimin telah menetap di negeri ini sekitar 8 abad lamanya. Kebudayaan Islam di Andalusia melalui perkembangan pesat diberbagai pusat kota, misalnya Cordova, Sevila, Granada.
3. Melalui Andalusia dimana kaum muslimin telah menetap di negeri ini sekitar 8 abad lamanya. Kebudayaan Islam di Andalusia melalui perkembangan pesat diberbagai pusat kota, misalnya Cordova, Sevila, Granada.
4.
Melalui Sisilia, kaum muslim menundukkan Sisilia pada masa akhir lewat tangan
Dinasti Aghlabiyyah yang berkuasa dikawasan Tunis dan Aljazair.
5.
Melalui perang Salib menetapnya pasukan salib dalam waktu yang lama di dunia
Islam antara abad ke-5 sampai abad ke-7 H atau 12-14 M membuat mereka
berhubungan dengan berbagai aspek kebudayaan Islam.
6.
Melalui perdagangan antar Barat dan Timur lewat Mesir.
Selain itu,
banyak universitas di Eropa yang didirikan oleh orang- orang Kristen, tetapi
mendapat pengaruh Islam yang besar, baik dari para pengajar/dosen maupun
literatur- litaratur yang digunakannya. Pendirian universitas di Eropa waktu
itu harus mendapat izin dari Paus terlebih dahulu karena untuk menjaga agar
pelajaran- pelajaran tidak menyimpang dari kemurnian ilmu para sarjana muslim.
Dengan
mempertimbangkan fakta diatas, maka sangatlah mungkin kalau para ekonom Barat
kemungkinan dipengaruhi/ bahkan menjiplak karya- karya sarjana muslim. Indikasi
ini diperkuat pula oleh kenyataan bahwa beberapa praktik ekonomi di Barat diadopsi
dan diadaptasi dari praktik ekonomi didalam Islam, misalnya: syirkah (serikat
dagang/ partnership), suftaja (bills of exchange), hawala (letter of credit),
funduq (specialized large scale commercial institution and market which
developed into virtual stock exchanges). Great gap selama 500-an tahun
dalam sejarah pemikiran ekonomi pada masa dark age di Barat sebagaimana
disinyalir oleh Schumpeter pada dasarnya bisa terungkap dangan memperhatikan
kejadian didunia Islam. Pada masa tersebutdunia Islam justru mencapai masa
kegemilangan dimana banyak terdapat pemikiran ekonomi yang cemerlang. Pemikiran
ekonomi didunia Islam telah ada sejak abad ke-7 M, bersamaan dengan lahirnya
agama Islam.
Banyak
kesamaan/kemiripan antara pemikiran ekonomi sarjana muslim dengan Barat
meskipun para sarjana muslim ini hidup ratusan tahun sebelum para pemikir
Barat. Dengan memperhatikan sejarah pemikiran ekonomi didunia Islam dan
kemungkinan proses transformasi dari dunia Islam ke Barat, maka hal ini
menimbulkan urgensi untuk melakukan rekonstruksi sejarah pemikiran ekonomi
dunia. Sejarah pemikiran ekonomi dunia saat ini sesungguhnya hanyalah sejarah
di Barat. Demi obyektifitas dan kejujuran penulisan sejarah pemikir ekonomi,
maka konstribusi dari dunia Islam harus diperhatikan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai
materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami
banyak berharap para mahasiswa/mahasiswi sudi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kami pada
khususnya juga para mahasiswa/mahasiswi pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penulis
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UIIY, 2008, Ekonomi
Islam, Yogyakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA
M. B. Hendrie
Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islami, EKONISIA
http://dibuangsayang.weebly.com/ekonomi-islam/ekonomi-islam-sejarah-pemikiran-ekonomi-islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar